Rabu,
16 September 2015.
3
buah kursi dan 1 buah meja panjang di sisi itu kembali menjadi saksi cerita
kita. Cerita yang selalu ada asa. Cerita yang selalu mengungkap rahasia dan
cerita yang seringkali mengundang tawa.
3
buah kursi itu kembali merasakan hangatnya canda kita. Canda yang dulu
seringkali ada. Hingga canda yang kini hanya bisa sesekali hadir dalam riuhnya
tanggung jawab masa.
Meja
panjang itu kembali merasakan getaran tangan, gemuruhnya kaki, hingga gelaknya
tawa. Tawa yang kini dirasa. Tawa yang mengungkap sadar, bahwa kita pernah ada.
Bahwa kini, saatnya mengenang, dan merangkul kembali ingatan.
3
buah kursi dan 1 buah meja panjang, Kalianlah saksi hidupku. Saksi akan adanya
diriku, di tengah-tengah mereka. Orang-orang yang senantiasa membuatku merasa
berarti. Orang yang mampu menempa diri ini.
Masing-masing Kalian membwa arti. Tak ada yang lebih spesial dari yang lain. Atau, tak ada yang mampu mengganti atau terganti. Kalian masing-masing memiliki posisi.
“Kalian
akan tetap menjadi saudara di manapun berada. Kalian sungguh akan tetap menjadi
saudara. Tidak ada yang pergi dari hati. Tidak ada yang hilang dari sebuah
kenangan. Kalian sungguh akan tetap menjadi saudara.” (Tere Liye-Rembulan Tenggelam di Wajahmu)
Komentar
Posting Komentar