Karena Kita Manusia


Semalam, 
saat bintang asik menampakkan keindahannya, berkelip kelip saling sapa, saat itu pula layar telepon genggamku tak kunjung henti berkedip. satu, dua, tiga, bahkan saat ku buka kunci layar, sudah seratus pesan lebih yang masuk. 


Zaman ini, bukan lagi zaman yang memberikan alasan untuk menghambat informasi. 

Ku mulai buka satu per satu pesan, dan semua membahas terpusat pada satu bahasan. 
ah, memang cerdas orang-orang sekitarku. Begitu banyak  komentar mereka. Beragam. Tak jarang pula yang hanya memberikan emoticon sebagai pilihan komentarnya. Mungkin ia tak pandai berkata kata. Atau mungkin ia begitu menjaga agar komentarnya tak salah alamat.

Aku hanya menikmati. Satu demi satu.
Aku hanya mencermati.
Setelah berlelah membaca, aku hanya menyimpulkan satu hal dari satu bahasan dan banyak komentar ini. Begitu banyak kata “mengapa” malam ini. Jawabanku pun hanya satu. Karena kita manusia.

Jika kita malaikat, kita tak perlu pusing berjibaku antara kemauan pribadi dengan kemauan banyak orang.
Jika kita hewan, kita pun tak perlu pusing dengan komentar banyak orang. Tak perlu banyak pertimbangan untuk memutuskan satu hal.

Tapi karena kita manusia, peperangan sudah selaiknya dihadapi. Perang dengan pandangan mata lain. Perang dengan kicauan di luar. Perang dengan aturan-Nya. Perlu pertimbangan masak untuk dapat memutuskan.

Bagaimana menurutmu?
Ya, setidaknya semua ini memberikan kita pelajaran akan satu hal.

Karena kita manusia, kita patut mempertimbangkan apa yang akan kita putuskan.
Karena kita manusia, kita berhak mendengarkan pandangan manusia lain.
Karena kita manusia, kita perlu berempati, mencoba merasakan, apa yang mungkin dirasakan manusia lain.
Karena kita manusia, bukan berarti segalanya menjadi terlalu mudah, atau terlalu susah.
Hanya saja,
Karena kita manusia, kita perlu mempertanggungjawabkan apa yang telah kita dapatkan.




Komentar