Sudah Siap untuk Kembali?


Kita tak pernah tahu, ke mana takdir akan membawa. 
Harapan pun seringkali mendominasi hari, tanpa pernah terpikir, jika hal lain menghampiri.
Entah sudah berapa kali hariku kembali dilalui oleh senja yang menggantikan fajar. 
Namun harapanku, akankah tetap mendominasi? 
Nampaknya tidak, karena ia tlah tergantikan oleh gulita ketakutan yang belum juga beranjak, atau memang belum ada seberkas cahaya yang mampu tersambut.

Tak pernah terbayangkan sebelumnya olehku, jika langkah dan niat yang sudah berpadu tiba tiba terhenti oleh langkah dan niat orang lain. 
Saat langkah dan niat itu mendahuluiku, langkahku bukan hanya terhenti, bahkan lumpuh seketika. Pikir yang terbiasa memimpin, tak lagi mampu memekikan perintahnya. Niat yang sudah siap menanti, bagaikan dandelion tertiup lembut sang angin, terlepas dari genggaman, terbang melayang entah ke mana. Ku biarkan semua itu terhenti sejenak. Mata mengambil alih semua. Entah kapan ia berhenti mengalirkan pancaran beningnya. Ku biarkan semua. 

Satu demi satu gulita hadir, menguasai pikir yang membuat ketakutan semakin bertahta. Aku tahu, janji itu telah terucap. Adikku melakukannya lebih dulu. Janji itu memang bukanlah sebuah pertandingan, seharusnya tak pernah ada kata 'mendahului' dan 'didahului' tapi entah dari mana, logika ku pun saat itu tak mampu bertahta seperti biasanya. Segala hal tentang 'janji' ku simpan dalam, ku tepikan dulu, sebelum justru terbuang percuma jika dipaksakan. 

Lantas saat ini, setelah banyak bulan yang tergantikan dengan mentari, apakah semua benar-benar kembali? Entahlah, tak dapat kupastikan sepenuhnya. Sudah siapkah untuk kembali mengumpulkan yang telah terserak? 

Aku hanya mampu meyakinkan langkah untuk kembali berpetualang, 
Aku hanya mampu membujuk senyum untuk kembali hadir, dan 
Aku hanya mampu memanggil niat untuk kembali berpadu. 

Untuk hatiku,
Jika saat ini dirimu perlu berbaring, maka berbaringlah.
Sulit mungkin untuk terlelap, mencoba mengalihkan dunia dengan sadarmu.
Namun, Kau masih bisa terpejam. Membiarkan anganmu, terbang menjauh, walau akhirnya, ada setitik kehangatan yang melibatkan matamu.
Tak apa mata ikut merangkulmu. Bukankah Kalian bersahabat sejak dulu? 
Untuk hatiku,
Balutlah segera sakitmu,
Mulailah untuk kembali menyapa. Segeralah kembali tersenyum, untuk mengabarkan kepada mereka, bahwa sesungguhnya Kau baik baik saja.  
Suatu saat nanti,
Lukamu akan hilang, walaupun dengan bekas yang tertinggal.
Namun perlahan Kau akan melupakannya, karena sakitnya akan tergantikan oleh guratan takdir indah-Nya.

Aku tak pernah tahu bagaimana kembali melangkah, 
jika bukan karena janji-Nya.
Aku hanya perlu menyusuri jalan yang sudah dibentangkan, sedikit lagi. 
Keyakinan itu masih terpatri, akan kusambut hamparan indah janji-Nya. 

Komentar